Rabu, 05 Juni 2013

Jangan Tunggu Sampai Sakit !!




Kesehatan adalah kekayaan paling berharga yang Anda miliki. Tanpa tubuh yang sehat, kekayaan lain yang Anda miliki tidak akan berarti apa-apa.
Namun patut disayangkan, tak sedikit dari kita yang baru menyadari betapa berharga kesehatan itu ketika sudah jatuh sakit. Di saat itu pula kita baru mau melangkahkan kaki ke rumah sakit dan menemui dokter untuk memeriksakan kondisi tubuh. Saat sehat, kita justru jauh dari dokter.

“Padahal tak merasa sakit belum tentu sehat,” kata Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, Ketua Advokasi Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. “Karena orang sehat tak cuma dilihat dari penampakan fisik yang tidak sakit dan kondisi tubuh yang fit.”

Menurut Ari, banyak penyakit yang tidak menimbulkan gejala apa pun pada awalnya atau tidak bergejala spesifik. “Malah jika sudah bergejala, bisa jadi penyakit telah berada pada tingkat lanjut dan mengakibatkan komplikasi luas,” tambah Ari. Jika demikian, bisa jadi pengobatan akan lebih sulit dan lebih mahal.

Beberapa penyakit tersebut antara lain yang terkait dengan sistem kardiovaskular, penyakit degeneratif  dan penyakit keganasan, seperti jantung koroner, kanker, darah tinggi, diabetes, kelainan hati yang sering dihubungkan dengan gaya hidup modern. Diabetes, misalnya, hanya bisa didiagnosis melalui pemeriksaan laboratorium.

Solusi dan tindakan preventif yang bisa Anda lakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sayang banyak yang menyepelekan rutinitas pemeriksaan kesehatan dengan beragam alasan. Mulai dari kesibukan kerja, merasa cukup sehat, biaya yang mahal, asuransi tidak menanggung, sampai takut menemukan penyakit yang selama ini tidak diketahui.

“Sebenarnya kalau kita mengetahui dari awal penyakit yang terdeteksi di tubuh, kita bisa segera melakukan tindakan pencegahan lebih dini agar penyakit tersebut tidak berlanjut,” jelas Lia G. Partakusuma, direktur medis dan keperawatan RS Fatmawati dan ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia (PDSPKI).

Melalui pemeriksaan lemak darah, kita dapat mendeteksi risiko serangan jantung atau stroke. Melalui pemeriksaan laboratorium pada saat awal kehamilan bisa mencegah keguguran atau bayi cacat.

Berapa frekuensi pemeriksaan kesehatan yang baik? Lia menganjurkan setiap tahun sekali. Biar mudah diingat, jadwalkan waktu pemeriksaan sesuai dengan tanggal kelahiran atau ulang tahun perkawinan Anda.

Pilih Sesuai Kebutuhan
Jenis pemeriksaan kesehatan yang dibutuhkan orang berusia 30 tentu saja berbeda dengan mereka yang berumur di atas 50. Saat melakukan pemeriksaan kesehatan ibarat menghadapi sebuah meja besar yang menyajikan beragam makanan. Anda akan disodorkan beragam paket dengan variasi harga yang berbeda.  “Pelanggan bisa menambah dan mengurangi jenis pemeriksaan sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing,” kata Margareth Dessy G. Malau, Ssi., Apt., Marketing communication assistant manager Laboratorium Klinik Prodia.

Nah, untuk bisa menentukan jenis pemeriksaan kesehatan yang cocok untuk Anda harus ada orang yang memilihkan atau mengarahkan. “Bisa dokter pribadi, dokter umum, atau dokter perusahaan,” kata Lia. “Jadi tidak asal melakukan pengambilan darah, pemeriksaan urine dan feses, tanpa mengerti manfaat dari hasil pemeriksaan itu.”

Yang paling penting, setiap hasil cek kesehatan harus Anda konsultasikan kembali kepada dokter yang mengirim Anda untuk melakukan pemeriksaan. “Tanyakan juga kepada dokter apa saja yang harus Anda lakukan selanjutnya,” kata Lia. Jika hasil menunjukan kesehatan Anda normal, Anda tetap harus berkonsultasi ke dokter untuk memastikan tidak ada informasi yang terlewatkan. “Jika hasil pemeriksaan menunjukkan kelainan, maka harus Anda follow up kepada dokter spesialis tertentu.”

Jangan Lupakan Telinga dan Mata

Telinga dan mata adalah bagian tubuh yang sering terlewatkan saat pemeriksaan kesehatan. Padahal, gangguan kecil pada kedua bagian tersebut bisa memengaruhi kesehatan.

Pemeriksaan mata secara berkala dapat mendeteksi secara dini kelainan-kelainan mata yang dapat menurunkan tajam penglihatan, seperti glaukoma, katarak dan retinopati diabetik. Pemeriksaan mata secara berkala juga untuk mengetahui apakah seseorang memiliki kelainan refraksi (myopia, hipermetropia, astigmatisme, dan presbiopia). “Pemeriksaan mata rutin sebaiknya dilakukan sejak usia kanak-kanak,” kata Dr. Gitalisa Andayani Andriono, SpM(K), dari Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia.
Pemeriksaan pertama dilakukan pada usia enam bulan, tiga tahun dan usia sebelum masuk sekolah. “Selanjutnya pemeriksaan bisa dilakukan setiap dua tahun sekali,” kata Dr. Gita. “Memasuki usia 40, pemeriksaan mata dianjurkan dilakukan secara rutin setiap tahun.”

Untuk penderita retinopati diabetik (komplikasi diabetes pada retina mata), pemeriksaan bisa dilakukan setiap enam bulan. “Tergantung pada tingkat penyakitnya,” kata Dr. Gita. “Jika berada pada tingkat berat sebaiknya pemeriksaan dilakukan setiap tiga bulan.”
Begitu juga dengan telinga Anda.  Penurunan daya dengar telinga Anda tak hanya terjadi karena faktor bertambahnya usia. Paparan bising yang melebihi kemampuan alat pendengaran (koklea) atau pemakaian earphone secara berlebihan juga bis amenjadi penyebabnya. “Congek – atau otitis media surpuratif kronik – yang terjadi karena anak sering mengalami infeksi saluran napas atas, kemiskinan dan gizi rendah juga bisa menjadi penyebab ketulian,” kata Dr. Ronny Suwento, spesialis mata dari RS Cipto Mangunkusumo.

Menurut Ronny, ketulian masih bisa dicegah, misalnya dengan penggunaan alat proteksi bising, pembatasan waktu paparan dan pemeriksaan audiometri untuk mendeteksi lebih awal timbulnya gangguan.

Jadi, pemeriksaan kesehatan berkala lebih ditujukan untuk mendeteksi lebih dini penyakit yang ada di tubuh Anda yang kemungkinan berpotensi menjadi lebih besar. Ingat, biaya yang Anda keluarkan untuk pemeriksaan kesehatan berkala tak akan sebanding dengan jumlah biaya yang harus Anda keluarkan untuk pengobatan. (Imelda Suryaningsih) RDI:05062013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar