Seorang ibu dan anaknya mengumpulkan ciptaan alam yang paling rentan untuk mendorong pemberdayaan wanita kurang mampu di Kolombia.
Di sebuah jalan yang berlubang-lubang di Cali, Kolombia, di belakang teras sebuah toko sederhana, Patricia Restrepo sedang mengemas kotak harta untuk dikapalkan. Benda tersebut diletakkan di atas meja panjang dengan beralaskan bantalan kapas. Sekilas, benda itu terlihat seperti liontin perhiasan; ukiran kecil, masing-masing dengan kaitan atau benang untuk menggantung, dipahat dengan indah menyerupai tetesan air atau kuncup yang mengembang. ”Yang satu ini seperti perhiasan,” seru Patricia, 57, saat tetesan kecil bersinar keemasan itu menggeliat di tangannya. Perhiasan itu adalah kepompong seekor kupu-kupu eksotik, didesain oleh alam untuk bergantung di dahan, bukan di kalung.
Patricia membungkusnya dalam karton polystyrene bersama lusinan spesimen lainnya. Dalam beberapa hari, kotak-kotak itu akan dibuka di sebuah museum ilmu pengetahuan di Cina, di mana penghuni kotak itu akan keluar dari kepompong dan mengepakkan sayapnya – Morphos biru raksasa, Eudis dengan loreng macan, Catanopheles polkadot – kemudian hinggap di bahu para pengunjung museum yang berbahagia.
Bertubuh kecil dan berambut pirang, dengan senyum hangat dan gaya yang penuh semangat, Patricia adalah salah seorang pemilik Alas de Colombia, satu dari segelintir perusahaan di seluruh dunia yang mengekspor kupu-kupu hidup. Alas, kata bahasa Spanyol untuk “sayap”, juga menjual kupu-kupu di wilayah domestik untuk dilepaskan saat pernikahan atau pesta-pesta lain. Rekanan bisnis Patricia adalah anak perempuannya, Vanessa Wilches, 32, versi lain dari Mamá yang lebih tinggi dengan rambut yang lebih gelap.
Alas adalah satu-satunya perusahaan ekspor kupu-kupu di Kolombia. Perusahaan yang berusia 10 tahun itu juga unik dengan cara yang lain. Misinya adalah memperbaiki hidup para penyuplai yang kebanyakan wanita; dan para penduduk yang berjuang di salah satu daerah termiskin dan hancur karena perang di negara tersebut.
”Seperti seekor ulat yang tumbuh menjadi kupu-kupu yang cantik,” kata Patricia, ”kami ingin menolong orang-orang yang bekerja dengan kami untuk mengubah diri dan lingkungan mereka.”
Dalam mengejar visi tersebut, pasangan itu sudah melalui beberapa metamorfosis dalam hidup mereka sendiri. Mereka mengorbankan kesejahteraan dan kenyamanan, dan kadang membuat hidup mereka terancam. Namun melawan segala tantangan, impian mereka mulai mengepakkan sayapnya.
Cali terletak di ujung Selatan wilayah Cauca Valley. Sejauh 50km ke arah Timur dari daerah tersebut, di distrik Palmira, terdapat kaki bukit Cordilla Central dengan pepohonan yang lebat. Ketika Patricia menyetir truk pickup tuanya naik melalui jalan tanah yang penuh jejak roda, rumah peristirahatan kaum urban yang sejahtera berganti menjadi gubuk bobrok dari para campesinos (petani atau penduduk desa.).
Sejenak kemudian, kami tiba di sebuah peternakan kupu-kupu – sekelompok kabin dengan dinding berlubang jarang dan atap dari kanvas menyelimuti dua hektar tanah di pinggir bukit tersebut. Pemandangan di bukit tersebut benar-benar-benar mengagumkan. Para pekerja wanita Alas de Colombia yang mengenakan kaus putih berkerah, berhenti menyekop pupuk untuk berbincang dengan Patricia dan Vanessa. Yang lain bisa dilihat di dalam bangunan yang tembus pandang, sedang merawat ternak-ternak mini.
Para ”produsen” perusahaan – begitu nama panggilan mereka – adalah pemborong independen, bekerja dalam grup tiga orang atau lebih. Setiap tim menjalankan satu rumah kupu-kupu di peternakan, di mana serangga dewasa disimpan untuk dikembangbiakkan. Setelah mengumpulkan telur, seorang produsen membawanya ke rumah atau rumah rekanan, di mana telur tersebut akan dipelihara melalui siklus hidup dari ulat menjadi kepompong. Kemudian Patricia membeli kepompong itu dengan harga antara 1200 – 2500 peso Kolombia per kepompong (sekitar 0,7–2 dolar AS), tergantung spesies. Ia lalu membawanya ke Cali untuk dikapalkan ke Amerika dan Eropa. Serangga yang mati – karena beberapa persen pasti tidak mampu bertahan – akan digunakan sebagai suvenir yang dijual di toko, yang didirikan oleh artisan lokal atau produsen itu sendiri.
“Makin rajin produsen itu bekerja, makin banyak pendapatannya,” kata Patricia. Kebanyakan dari mereka mendapatkan penghasilan jauh lebih baik daripada bekerja sebagai asisten rumah tangga, pengasuh anak, atau petani. Sebagian menghasilkan dua kali lipat dari upah minimum nasional. Alas membuka rekening tabungan untuk para pekerja kupu-kupu itu (beberapa dari mereka memiliki pengalaman buruk dengan bank), mengajarkan mereka cara menggunakan buku cek dan kartu ATM, serta membantu mereka lolos kualifikasi untuk mendapatkan kredit.
Namun keuntungannya bukan hanya soal ekonomi. “Budaya Kolombia masih sangat machista (maskulin),” kata Vanessa. “Wanita tidak memiliki kesempatan yang sama dengan pria. Dengan melakukan pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan dibayar dengan baik, hal itu bisa memberikan rasa hormat untuk mereka.”
Di
dalam rumah kupu-kupu, Liliana Perez, 40, sedang menyiapkan sajian
buah-buahan dan sirup gula untuk selusin Heliconius bermotif macan
tutul. Suaminya, yang bekerja di sebuah toko di Palmira, tidak
mengizinkan ia bekerja di luar rumah. “Saya selalu meminta uang
kepadanya,” kata Liliana, ibu dua anak yang terlihat ramah itu.
Kemudian, ia mulai memelihara kupu-kupu. “Pengalaman pertama saya
menjadi mandiri adalah ketika anak perempuan bungsu saya jatuh dan
melukai bibirnya. Saya membawanya ke rumah sakit dengan taksi, dan saya
bisa membayar semua. Saya merasa bangga. Malam itu, suami saya sadar
bahwa ada yang berubah dalam diri saya.”
Kecantikan dan ketakutan sudah lama hilang secara bersamaan di Cauca Valley. Cali, pusat wilayah tersebut, pernah dikenal dengan kartel kokain yang keji, sampai akhirnya lingkaran setan tersebut dihancurkan pada akhir ’90-an. Pegunungan di sekeliling peternakan kupu-kupu tersebut sudah menyaksikan beberapa pertarungan paling berdarah dari konflik sipil multikelompok di Kolombia. Saat ini, wilayah itu sedang dalam masa tenang setelah hampir lebih dari lima dekade dihantui oleh peperangan sporadis.
Daerah pedesaan bisa dibilang cukup tenang pada 1985, ketika Patricia, seorang pengacara, dan mantan suaminya yang pediatris, membeli rumah peternakan batako berusia ratusan tahun dekat Desa Arenillo. Pasangan itu dan anak mereka – Vanessa dan adik bungsunya Cristián, sekarang 30 – tinggal di rumah besar di kota suburban Palmira, dan menghabiskan akhir minggu dan liburan di finca (cottage atau rumah peternakan). Keluarga tersebut hidup berbeda dari penduduk gunung yang melarat. Tetapi Patricia, yang tumbuh dalam keadaan sederhana, ingin sekali melakukan sesuatu yang berguna untuk tetangganya yang kurang beruntung. Sebagai pecinta alam yang berdedikasi, ia juga ingin membantu melestarikan lingkungan yang lemah di negaranya.
Pada Juli 2000, ia menemukan cara untuk mewujudkan keduanya. Ketika liburan di Florida, mereka sekeluarga berkunjung ke sebuah pameran kupu-kupu, dipenuhi dengan spesimen dari seluruh negara tropis. Ketika manajer pameran menjelaskan dari mana mereka berasal, Vanessa mengingat kembali, “Ia berkata, ‘Kolombia memiliki lebih banyak kupu-kupu daripada tempat lain di dunia. Kenapa tidak ada yang mengekspor mereka?’”
Kembali ke rumah, Patricia baru tahu bahwa tanah airnya memiliki lebih dari 50.000 spesies kupu-kupu. Penyelundupan kupu-kupu eksotis untuk dijual kepada kolektor asing merupakan masalah yang berdampak buruk pada lingkungan dan terus meningkat. Peternakan kupu-kupu, ia menyadari, bisa menyediakan sumber penghasilan untuk keluarga kurang mampu, sekaligus melindungi keanekaragaman alami. Tetapi, ia menyebutkan, “Kami tidak tahu cara menjalankannya.”
Vanessa menawarkan bantuan untuk mencari solusinya. Ia mempelajari pembangunan industri di Javieranna University di Cali, dan tugas tesis akhirnya adalah menciptakan perusahaan yang unik. Ia bertekad merancang rencana bisnis agar visi ibunya menjadi kenyataan. Sementara itu, Patricia menggunakan keahliannya dalam bidang hukum untuk menyelesaikan setumpuk prosedur birokrasi.
Pada awal 2001, keluarganya (dengan seorang ahli biologi yang disewa) pindah rumah sepenuhnya ke pedesaan, membangun peternakan di atas sebidang tanah di seberang jalan, dan mulai belajar mengembangbiakkan kupu-kupu. Sepasang teman lama bergabung sebagai rekanan bisnis. Alas de Colombia resmi didirikan pada September tahun itu.
Namun kemudian, wilayah pegunungan itu menjadi berbahaya. Gerilyawan dari Revolutionary Armed Forces Kolombia bertempur dengan tentara sayap kanan, dan tentara pemerintah berperang melawan keduanya. Dua kali gerilyawan meminta meminjam truk keluarga mereka; di waktu lain, tentara sayap kanan memaksa Patricia mengantar mereka ke tempat tujuan mereka. Parracos (tentara) kemudian muncul untuk melakukan tur dadakan di peternakan mereka, berharap bisa menarik sedikit keuntungan.
Patricia berhasil meyakinkan komandan itu bahwa keuntungan tersebut tidak ada, tetapi pertemuan itu membuat ia trauma. Pada September 2002, keluarganya terbang ke Cali dan pindah bersama ibu Patricia. Mereka membeli saham temannya di perusahaan tersebut, tidak berniat menjebak diri sendiri dalam risiko yang lebih besar. Namun dua karyawan tetap tinggal di peternakan. Patricia dan Vanessa pun mulai pergi bolak-balik secara rutin ke sana.
Pada Mei berikutnya, Vanessa mendaftarkan diri untuk kursus bahasa Inggris selama enam bulan (sangat berguna bagi calon eksportir) di sebuah institut di luar London. Suatu hari, ia berhasil membujuk penyelenggara pameran kupu-kupu terdekat untuk memeriksa beberapa contoh – yang dikirim oleh Patricia dalam waktu semalam. Terkesan, pria tersebut menjadi pelanggan setia pertama Alas de Colombia. Yang lain akhirnya mengikuti. Di akhir 2004, perusahaan mendapatkan bisnis yang tidak mampu disediakan oleh karyawannya yang sedikit. Sudah saatnya mengikutsertakan tetangga sekitar mereka.
Patricia dan Vanessa mengadakan penerimaan tenaga kerja di peternakan untuk para campesinos dari desa-desa sekitar. Mereka membutuhkan wanita yang benar-benar kurang mampu dan memiliki riwayat panjang tinggal di lingkungan tersebut. Pada akhirnya, terpilihlah 12 grup terdiri dari tiga orang per grup. Dibantu sumbangan dari beberapa agen pemerintah dan organinasi non-pemerintah, setiap tim membangun satu rumah kupu-kupu di peternakan tersebut, sekaligus semacam tenda “laboratorium” untuk melahirkan ulat, dan sebuah klinik untuk menumbuhkan tanaman yang digunakan sebagai makanan ulat ketika dibesarkan di halaman rumah mereka.
Kecantikan dan ketakutan sudah lama hilang secara bersamaan di Cauca Valley. Cali, pusat wilayah tersebut, pernah dikenal dengan kartel kokain yang keji, sampai akhirnya lingkaran setan tersebut dihancurkan pada akhir ’90-an. Pegunungan di sekeliling peternakan kupu-kupu tersebut sudah menyaksikan beberapa pertarungan paling berdarah dari konflik sipil multikelompok di Kolombia. Saat ini, wilayah itu sedang dalam masa tenang setelah hampir lebih dari lima dekade dihantui oleh peperangan sporadis.
Daerah pedesaan bisa dibilang cukup tenang pada 1985, ketika Patricia, seorang pengacara, dan mantan suaminya yang pediatris, membeli rumah peternakan batako berusia ratusan tahun dekat Desa Arenillo. Pasangan itu dan anak mereka – Vanessa dan adik bungsunya Cristián, sekarang 30 – tinggal di rumah besar di kota suburban Palmira, dan menghabiskan akhir minggu dan liburan di finca (cottage atau rumah peternakan). Keluarga tersebut hidup berbeda dari penduduk gunung yang melarat. Tetapi Patricia, yang tumbuh dalam keadaan sederhana, ingin sekali melakukan sesuatu yang berguna untuk tetangganya yang kurang beruntung. Sebagai pecinta alam yang berdedikasi, ia juga ingin membantu melestarikan lingkungan yang lemah di negaranya.
Pada Juli 2000, ia menemukan cara untuk mewujudkan keduanya. Ketika liburan di Florida, mereka sekeluarga berkunjung ke sebuah pameran kupu-kupu, dipenuhi dengan spesimen dari seluruh negara tropis. Ketika manajer pameran menjelaskan dari mana mereka berasal, Vanessa mengingat kembali, “Ia berkata, ‘Kolombia memiliki lebih banyak kupu-kupu daripada tempat lain di dunia. Kenapa tidak ada yang mengekspor mereka?’”
Kembali ke rumah, Patricia baru tahu bahwa tanah airnya memiliki lebih dari 50.000 spesies kupu-kupu. Penyelundupan kupu-kupu eksotis untuk dijual kepada kolektor asing merupakan masalah yang berdampak buruk pada lingkungan dan terus meningkat. Peternakan kupu-kupu, ia menyadari, bisa menyediakan sumber penghasilan untuk keluarga kurang mampu, sekaligus melindungi keanekaragaman alami. Tetapi, ia menyebutkan, “Kami tidak tahu cara menjalankannya.”
Vanessa menawarkan bantuan untuk mencari solusinya. Ia mempelajari pembangunan industri di Javieranna University di Cali, dan tugas tesis akhirnya adalah menciptakan perusahaan yang unik. Ia bertekad merancang rencana bisnis agar visi ibunya menjadi kenyataan. Sementara itu, Patricia menggunakan keahliannya dalam bidang hukum untuk menyelesaikan setumpuk prosedur birokrasi.
Pada awal 2001, keluarganya (dengan seorang ahli biologi yang disewa) pindah rumah sepenuhnya ke pedesaan, membangun peternakan di atas sebidang tanah di seberang jalan, dan mulai belajar mengembangbiakkan kupu-kupu. Sepasang teman lama bergabung sebagai rekanan bisnis. Alas de Colombia resmi didirikan pada September tahun itu.
Namun kemudian, wilayah pegunungan itu menjadi berbahaya. Gerilyawan dari Revolutionary Armed Forces Kolombia bertempur dengan tentara sayap kanan, dan tentara pemerintah berperang melawan keduanya. Dua kali gerilyawan meminta meminjam truk keluarga mereka; di waktu lain, tentara sayap kanan memaksa Patricia mengantar mereka ke tempat tujuan mereka. Parracos (tentara) kemudian muncul untuk melakukan tur dadakan di peternakan mereka, berharap bisa menarik sedikit keuntungan.
Patricia berhasil meyakinkan komandan itu bahwa keuntungan tersebut tidak ada, tetapi pertemuan itu membuat ia trauma. Pada September 2002, keluarganya terbang ke Cali dan pindah bersama ibu Patricia. Mereka membeli saham temannya di perusahaan tersebut, tidak berniat menjebak diri sendiri dalam risiko yang lebih besar. Namun dua karyawan tetap tinggal di peternakan. Patricia dan Vanessa pun mulai pergi bolak-balik secara rutin ke sana.
Pada Mei berikutnya, Vanessa mendaftarkan diri untuk kursus bahasa Inggris selama enam bulan (sangat berguna bagi calon eksportir) di sebuah institut di luar London. Suatu hari, ia berhasil membujuk penyelenggara pameran kupu-kupu terdekat untuk memeriksa beberapa contoh – yang dikirim oleh Patricia dalam waktu semalam. Terkesan, pria tersebut menjadi pelanggan setia pertama Alas de Colombia. Yang lain akhirnya mengikuti. Di akhir 2004, perusahaan mendapatkan bisnis yang tidak mampu disediakan oleh karyawannya yang sedikit. Sudah saatnya mengikutsertakan tetangga sekitar mereka.
Patricia dan Vanessa mengadakan penerimaan tenaga kerja di peternakan untuk para campesinos dari desa-desa sekitar. Mereka membutuhkan wanita yang benar-benar kurang mampu dan memiliki riwayat panjang tinggal di lingkungan tersebut. Pada akhirnya, terpilihlah 12 grup terdiri dari tiga orang per grup. Dibantu sumbangan dari beberapa agen pemerintah dan organinasi non-pemerintah, setiap tim membangun satu rumah kupu-kupu di peternakan tersebut, sekaligus semacam tenda “laboratorium” untuk melahirkan ulat, dan sebuah klinik untuk menumbuhkan tanaman yang digunakan sebagai makanan ulat ketika dibesarkan di halaman rumah mereka.
Pelatihan
dimulai pada musim semi 2005. Pada saat itu, para gerilyawan sudah
didorong keluar area tersebut. Segera setelah itu, pemerintah
menandatangani perjanjian damai dengan tentara militer sayap kanan.
“Mulai saat itu,” kata Vanessa, “semua berjalan sempurna.”
Saat ini, jumlah grup produsen meningkat menjadi 17, membawa jumlah total petani kupu-kupu menjadi sekitar 50 orang. Bersama-sama, mereka menumbuhkan 8.000 serangga per bulan (70% untuk ekspor, 20% untuk penjualan di Kolombia dan 10% dilepaskan ke alam bebas, untuk melengkapi kembali populasi alam). Patricia, yang bercerai dari suaminya, sudah pindah kembali ke rumah peternakan yang menghadap perbukitan itu. Sejak dua tahun lalu, Vanessa tinggal di Cali bersama suaminya. Ia menghabiskan waktunya di toko di Cali, tetapi kembali ke peternakan dua kali seminggu.
“Kadang sulit membangun kerja sama antara orang tua dan anak,” ia mengaku. “Masalah keluarga, masalah pekerjaan, semua bercampur jadi satu. Tetapi ikatan yang kami bagi selama ini selalu membantu kami menemukan solusi.”
Ikatan semacam itu juga penting bagi para produsen. Kebanyakan grup terdiri dari para kerabat. Beberapa wanita bahkan membawa serta pasangan mereka sebagai rekanan.
Di sebuah pagi yang cerah, kami naik melalui jalan yang berlumpur untuk mengunjungi beberapa produsen di rumah mereka. Di sebuah gubuk terbuat dari kain penuh dengan kandang ulat, kami bertemu dengan satu pasangan menikah yang sekarang mampu mengirimkan dua anak remaja mereka ke sekolah menengah, berkat pendapatan gabungan mereka dari Alas de Colombia.
Tidak jauh dari situ, kami bertemu Olga Salazar, yang menjadi karyawan pertama Alas pada usia 16 dan bergabung dengan satu kelompok produsen. Pada usia 27, ia tinggal bersama suami dan anak laki-laki kecilnya di sebuah bungalo yang bersih dan rapi yang mereka bangun sendiri, dan memiliki mesin cuci dan komputer. Semua itu tidak mungkin didapatkan, jika bukan karena gaji dari kupu-kupu. Dan di bawah bukit, di satu klinik tanaman di samping rumah semen yang berbentuk kurang teratur, kami bertemu dengan Rubiela Campo, ibu Olga, yang merupakan pengasuh anak yang sudah pensiun.
“Sebelum memulai pekerjaan ini, saya bahkan tidak tahu ulat bisa menjadi kupu-kupu,” kata Rubiela, 51, wanita kecil berkacamata kotak, yang enerjik. “Dengan melakukan pekerjaan ini, saya merasa membantu ciptaan Tuhan, sekaligus menyokong keuangan keluarga. Dan saya membeli sebuah motor.”
Ia mengantar kami menuju terasnya untuk melihat mesin yang bersinar tersebut. “Saya takut mengendarainya,” ia berkata sambil tertawa geli, “tetapi menyenangkan rasanya tahu bahwa itu milik saya.” (Kenneth Miller; Foto-foto Pablo Corral Pobla) RDI-05052013
Saat ini, jumlah grup produsen meningkat menjadi 17, membawa jumlah total petani kupu-kupu menjadi sekitar 50 orang. Bersama-sama, mereka menumbuhkan 8.000 serangga per bulan (70% untuk ekspor, 20% untuk penjualan di Kolombia dan 10% dilepaskan ke alam bebas, untuk melengkapi kembali populasi alam). Patricia, yang bercerai dari suaminya, sudah pindah kembali ke rumah peternakan yang menghadap perbukitan itu. Sejak dua tahun lalu, Vanessa tinggal di Cali bersama suaminya. Ia menghabiskan waktunya di toko di Cali, tetapi kembali ke peternakan dua kali seminggu.
“Kadang sulit membangun kerja sama antara orang tua dan anak,” ia mengaku. “Masalah keluarga, masalah pekerjaan, semua bercampur jadi satu. Tetapi ikatan yang kami bagi selama ini selalu membantu kami menemukan solusi.”
Ikatan semacam itu juga penting bagi para produsen. Kebanyakan grup terdiri dari para kerabat. Beberapa wanita bahkan membawa serta pasangan mereka sebagai rekanan.
Di sebuah pagi yang cerah, kami naik melalui jalan yang berlumpur untuk mengunjungi beberapa produsen di rumah mereka. Di sebuah gubuk terbuat dari kain penuh dengan kandang ulat, kami bertemu dengan satu pasangan menikah yang sekarang mampu mengirimkan dua anak remaja mereka ke sekolah menengah, berkat pendapatan gabungan mereka dari Alas de Colombia.
Tidak jauh dari situ, kami bertemu Olga Salazar, yang menjadi karyawan pertama Alas pada usia 16 dan bergabung dengan satu kelompok produsen. Pada usia 27, ia tinggal bersama suami dan anak laki-laki kecilnya di sebuah bungalo yang bersih dan rapi yang mereka bangun sendiri, dan memiliki mesin cuci dan komputer. Semua itu tidak mungkin didapatkan, jika bukan karena gaji dari kupu-kupu. Dan di bawah bukit, di satu klinik tanaman di samping rumah semen yang berbentuk kurang teratur, kami bertemu dengan Rubiela Campo, ibu Olga, yang merupakan pengasuh anak yang sudah pensiun.
“Sebelum memulai pekerjaan ini, saya bahkan tidak tahu ulat bisa menjadi kupu-kupu,” kata Rubiela, 51, wanita kecil berkacamata kotak, yang enerjik. “Dengan melakukan pekerjaan ini, saya merasa membantu ciptaan Tuhan, sekaligus menyokong keuangan keluarga. Dan saya membeli sebuah motor.”
Ia mengantar kami menuju terasnya untuk melihat mesin yang bersinar tersebut. “Saya takut mengendarainya,” ia berkata sambil tertawa geli, “tetapi menyenangkan rasanya tahu bahwa itu milik saya.” (Kenneth Miller; Foto-foto Pablo Corral Pobla) RDI-05052013
Tambah terus gan :D..sukses lah...
BalasHapusatur nuhun kang kama..
BalasHapus